Stres biasanya dianggap sebagai hal yang negatif. Tetapi, sebuah penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis stres dapat membuat sel berubah menjadi lebih kuat dalam menghadapi cedera dan penyakit.
Para ilmuwan di Washington University School of Medicine telah menemukan pengobatan yang dapat mencegah kerusakan saraf mata akibat penyakit glaukoma. Glaukoma merupakan penyakit kerusakan saraf yang menjadi penyebab utama kebutaan di seluruh dunia.
Peneliti meningkatkan ketahanan sel-sel saraf optik tikus yang telah mengalami kerusakan dengan cara membuat tikus berada dalam kondisi yang memicu stres, yaitu memaparkannya pada lingkungan dengan kadar oksigen rendah. Stres akibat lingkungan yang minim oksigen ini membangkitkan respon pelindung dan membuat sel-sel saraf lebih kuat dan tidak rentan mengalami cedera.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Molecular Medicine ini merupakan penelitian pertama yang menunjukkan bahwa kemampuan saraf dalam mentoleransi stres dari lingkungan dapat melindungi dirinya sendiri dari kerusakan.
Para ilmuwan sebelumnya menduga bahwa efek perlindungan tersebut hanya berlangsung beberapa hari. Tetapi, Jeffrey M. Gidday, PhD, profesor bedah saraf dan mata Washington University School of Medicine telah mengembangkan cara yang dapat memperpanjang efek perlindungan tersebut dari hitungan hari menjadi bulan.
Dengan membuat tikus berada dalam kondisi rendah oksigen selama beberapa kali selama dua minggu, Gidday bisa memperpanjang efek perlindungan tersebut. Setelah pengkondisian berakhir, saraf akan terlindungi dari kerusakan selama minimal 8 minggu.
"Setelah kami menemukan bahwa efek perlindungan dapat diperpanjang, kami bertanya-tanya apakah perpanjangan ini juga dapat melindungi saraf dari cedera dan kerusakan yang menjadi ciri khas penyakit kerusakan saraf," kata Gidday seperti dilansirMedicalxpress.com, Rabu (4/4/2012).
Untuk mengetahuinya, Gidday mencoba meneliti pengkondisian ini terhadap glaukoma, penyakit yang diakibatkan oleh naiknya tekanan cairan yang mengisi bola mata. Pengobatan glaukoma yang ada saat ini adalah dengan mengurangi tekanan cairan, tetapi tidak melindungi retina dan saraf optik dari kerusakan.
Glaukoma dikategorikan sebagai penyakit kerusakan saraf karena secara perlahan-lahan mematikan sel ganglion retina. Sel-sel ini terletak di retina mata dan membentuk saraf optik. Semakin banyak ganglion yang mati akan membuat retina tidak berfungsi sehingga pasien berkurang penglihatannya dan akhirnya menjadi buta.
Dalam penelitian ini, tikus dibuat agar mengalami glaukoma dengan cara mengikat pembuluh yang memungkinkan cairan mengalir dari matanya. Akibatnya tekanan dalam mata meningkat. Peneliti kemudian melihat berapa banyak sel ganglion yang masih utuh setelah 3 - 10 minggu.
Para peneliti menemukan bahwa tikus normal kehilangan rata-rata 30% ganglion setelah mengalami glaukoma selama 10 minggu. Tapi tikus yang dipaparkan dengan kondisi rendah oksigen sebelum menjalani operasi glaukoma hanya kehilangan 3% ganglionnya.
"Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa ada ratusan gen yang menjaga kelangsungan hidup di dalam DNA, namun gen-gen ini tidak aktif. Ketika gen ini diaktifkan, protein di dalamnya dapat membuat sel-sel jauh lebih kuat menghadapi penyebab cedera atau kerusakan. Mengidentifikasi gen-gen ini secara spesifik akan membantu pengembangan obat yang dapat mengaktifkan gen ini," kata Gidday.
Saat ini, ahli saraf sedang melakukan uji klinis untuk melihat apakah stres dapat mengurangi kerusakan otak setelah cedera parah seperti stroke, perdarahan otak atau trauma.
Para ilmuwan di Washington University School of Medicine telah menemukan pengobatan yang dapat mencegah kerusakan saraf mata akibat penyakit glaukoma. Glaukoma merupakan penyakit kerusakan saraf yang menjadi penyebab utama kebutaan di seluruh dunia.
Peneliti meningkatkan ketahanan sel-sel saraf optik tikus yang telah mengalami kerusakan dengan cara membuat tikus berada dalam kondisi yang memicu stres, yaitu memaparkannya pada lingkungan dengan kadar oksigen rendah. Stres akibat lingkungan yang minim oksigen ini membangkitkan respon pelindung dan membuat sel-sel saraf lebih kuat dan tidak rentan mengalami cedera.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Molecular Medicine ini merupakan penelitian pertama yang menunjukkan bahwa kemampuan saraf dalam mentoleransi stres dari lingkungan dapat melindungi dirinya sendiri dari kerusakan.
Para ilmuwan sebelumnya menduga bahwa efek perlindungan tersebut hanya berlangsung beberapa hari. Tetapi, Jeffrey M. Gidday, PhD, profesor bedah saraf dan mata Washington University School of Medicine telah mengembangkan cara yang dapat memperpanjang efek perlindungan tersebut dari hitungan hari menjadi bulan.
Dengan membuat tikus berada dalam kondisi rendah oksigen selama beberapa kali selama dua minggu, Gidday bisa memperpanjang efek perlindungan tersebut. Setelah pengkondisian berakhir, saraf akan terlindungi dari kerusakan selama minimal 8 minggu.
"Setelah kami menemukan bahwa efek perlindungan dapat diperpanjang, kami bertanya-tanya apakah perpanjangan ini juga dapat melindungi saraf dari cedera dan kerusakan yang menjadi ciri khas penyakit kerusakan saraf," kata Gidday seperti dilansirMedicalxpress.com, Rabu (4/4/2012).
Untuk mengetahuinya, Gidday mencoba meneliti pengkondisian ini terhadap glaukoma, penyakit yang diakibatkan oleh naiknya tekanan cairan yang mengisi bola mata. Pengobatan glaukoma yang ada saat ini adalah dengan mengurangi tekanan cairan, tetapi tidak melindungi retina dan saraf optik dari kerusakan.
Glaukoma dikategorikan sebagai penyakit kerusakan saraf karena secara perlahan-lahan mematikan sel ganglion retina. Sel-sel ini terletak di retina mata dan membentuk saraf optik. Semakin banyak ganglion yang mati akan membuat retina tidak berfungsi sehingga pasien berkurang penglihatannya dan akhirnya menjadi buta.
Dalam penelitian ini, tikus dibuat agar mengalami glaukoma dengan cara mengikat pembuluh yang memungkinkan cairan mengalir dari matanya. Akibatnya tekanan dalam mata meningkat. Peneliti kemudian melihat berapa banyak sel ganglion yang masih utuh setelah 3 - 10 minggu.
Para peneliti menemukan bahwa tikus normal kehilangan rata-rata 30% ganglion setelah mengalami glaukoma selama 10 minggu. Tapi tikus yang dipaparkan dengan kondisi rendah oksigen sebelum menjalani operasi glaukoma hanya kehilangan 3% ganglionnya.
"Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa ada ratusan gen yang menjaga kelangsungan hidup di dalam DNA, namun gen-gen ini tidak aktif. Ketika gen ini diaktifkan, protein di dalamnya dapat membuat sel-sel jauh lebih kuat menghadapi penyebab cedera atau kerusakan. Mengidentifikasi gen-gen ini secara spesifik akan membantu pengembangan obat yang dapat mengaktifkan gen ini," kata Gidday.
Saat ini, ahli saraf sedang melakukan uji klinis untuk melihat apakah stres dapat mengurangi kerusakan otak setelah cedera parah seperti stroke, perdarahan otak atau trauma.
source: http://health.detik.com/read/2012/04/04/152907/1885160/766/stres-yang-positif-bisa-cegah-kerusakan-saraf-mata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar