Minggu, 23 September 2012

sejarah Walisongo

Walisongo Periode PertamaPada waktu Mehmed I Celeby memerintah kerajaan Turki, beliau menanyakan perkembangan agama Islam kepada para pedagang dari Gujarat. Dari mereka Sultan mendapat kabar berita bahwa di Pulau Jawa ada dua kerajaan Hindu yaitu Majapahit dan Pajajaran. Di antara rakyatnya ada yang beragama Islam tapi hanya terbatas pada keluarga pedagang Gujarat yang kawin dengan para penduduk pribumi yaitu di kota-kota pelabuhan.
Sang Sultan kemudian mengirim surat kepada pembesar Islam di Afrika Utara dan Timur Tengah. Isinya meminta para ulama yang mempunyai karomah untuk dikirim ke pulau Jawa. Maka terkumpullah sembilan ulama berilmu tinggi serta memiliki karomah. Menurut buku Haul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan, majelis dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya. Pada tahun 808 Hijrah atau 1404 Masehi para ulama itu berangkat ke Pulau Jawa. Mereka adalah:
  1. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, berasal dari Turki ahli mengatur negara. Berdakwah di Jawa bagian timur. Wafat di Gresik pada tahun 1419 M. Makamnya terletak satu kilometer dari sebelah utara pabrik Semen Gresik.
  2. Maulana Ishaq berasal dari Samarkand dekat Bukhara-uzbekistan/Rusia. Beliau ahli pengobatan. Setelah tugasnya di Jawa selesai Maulana Ishak pindah ke Samudra Pasai dan wafat di sana.
  3. Syekh Jumadil Qubro, berasal dari Mesir. Beliau berdakwah keliling. Makamnya di Troloyo Trowulan, Mojokerto Jawa Timur.
  4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko, beliau berdakwah keliling. Wafat tahun 1465 M. Makamnya di Jatinom Klaten, Jawa Tengah.
  5. Maulana Malik Isroil berasal dari Turki, ahli mengatur negara. Wafat tahun 1435 M. Makamnya di Gunung Santri.
  6. Maulana Muhammad Ali Akbar, berasal dari Persia Iran. Ahli pengobatan. Wafat 1435 M. Makamnya di Gunung Santri.
  7. Maulana Hasanuddin berasal dari Palestina Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M. Makamnya disamping masjid Banten Lama.
  8. Maulana Alayuddin berasal dari Palestina. Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M. Makamnya disamping masjid Banten Lama.
  9. Syekh Subakir, berasal dari Persia, ahli menumbali (metode rukyah) tanah angker yang dihuni jin-jin jahat tukang menyesatkan manusia. Setelah para Jin tadi menyingkir dan lalu tanah yang telah netral dijadikan pesantren. Setelah banyak tempat yang ditumbali (dengan Rajah Asma Suci) maka Syekh Subakir kembali ke Persia pada tahun 1462 M dan wafat di sana. Salah seorang pengikut atau sahabat Syekh Subakir tersebut ada di sebelah utara Pemandian Blitar, Jawa Timur. Disana ada peninggalan Syekh Subakir berupa sajadah yang terbuat dari batu kuno.
  10. Walisongo Periode Kedua

    Pada periode kedua ini masuklah tiga orang wali menggantikan tiga wali yang wafat. Ketiganya adalah:
    1. Raden Ahmad Ali Rahmatullah, datang ke Jawa pada tahun 1421 M menggantikan Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M. Raden Rahmat atau Sunan Ampel berasal dari Champa, Muangthai Selatan (Thailand Selatan).
    2. Sayyid Ja’far Shodiq berasal dari Palestina, datang di Jawa tahun 1436 menggantikan Malik Isro’il yang wafat pada tahun 1435 M. Beliau tinggal di Kudus sehingga dikenal dengan Sunan Kudus.
    3. Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, berasal dari Palestina. Datang di Jawa pada tahun 1436 M. Menggantikan Maulana Ali Akbar yang wafat tahun 1435 M. Sidang walisongo yang kedua ini diadakan di Ampel Surabaya.
    Para wali kemudian membagi tugas. Sunan Ampel, Maulana Ishaq dan Maulana Jumadil Kubro bertugas di Jawa Timur. Sunan Kudus, Syekh Subakir dan Maulana Al-Maghrobi bertugas di Jawa Tengah. Syarif Hidayatullah, Maulana Hasanuddin dan Maulana Aliyuddin di Jawa Barat. Dengan adanya pembagian tugas ini maka masing-masing wali telah mempunyai wilayah dakwah sendiri-sendiri, mereka bertugas sesuai keahlian masing-masing.


    Walisongo Periode Ketiga

    Pada tahun 1463 M. Masuklah menjadi anggota Walisongo yaitu:
    1. Sunan Giri kelahiran Blambangan Jawa Timur. Putra dari Syekh Maulana Ishak dengan putri Kerajaan Blambangan bernama Dewi Sekardadu atau Dewi Kasiyan. Raden Paku ini menggantikan kedudukan ayahnya yang telah pindah ke negeri Pasai. Karena Raden Paku tinggal di Giri maka beliau lebih terkenal dengan sebutan Sunan Giri. Makamnya terletak di Gresik Jawa Timur.
    2. Raden Said, atau Sunan Kalijaga, kelahiran Tuban Jawa Timur. Beliau adalah putra Adipati Wilatikta yang berkedudukan di Tuban. Sunan Kalijaga menggantikan Syekh Subakir yang kembali ke Persia.
    3. Raden Makdum Ibrahim, atau Sunan Bonang, lahir di Ampel Surabaya. Beliau adalah putra Sunan Ampel, Sunan Bonang menggantikan kedudukan Maulana Hasanuddin yang wafat pada

      Walisongo Periode Keempat

      Pada tahun 1466 diangkat dua wali menggantikan dua yang telah wafat yaitu Maulana Ahmad Jumadil Kubro dan Maulana Muhammad Maghrobi. Dua wali yang menggantikannya ialah:
      Raden Patah adalah murid Sunan Ampel, beliau adalah putra Raja Brawijaya Majapahit. Beliau diangkat sebagai Adipati Bintoro pada tahun 1462 M. Kemudian membangun Masjid Demak pada tahun 1465 dan dinobatkan sebagai Raja atau Sultan Demak pada tahun 1468.Setelah itu Fathullah Khan, putra Sunan Gunungjati, beliau dipilih sebagai anggota Walisongo menggantikan ayahnya yang telah berusia lanjut.
      tahun 1462. Sidang Walisongo yang ketiga ini juga berlangsung di Ampel Surabaya 

Walisongo Periode Kelima

Dapat disimpulkan bahwa dalam periode ini masuk Sunan Muria atau Raden Umar Said-putra Sunan Kalijaga menggantikan wali yang wafat.
Konon Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang itu adalah salah satu anggota Walisongo, namun karena Siti Jenar di kemudian hari mengajarkan ajaran yang menimbulkan keresahan umat dan mengabaikan syariat agama maka Siti Jenar dihukum mati. Selanjutnya kedudukan Siti Jenar digantikan oleh Sunan Bayat – bekas Adipati Semarang (Ki Pandanarang) yang telah menjadi murid Sunan Kalijaga.
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Arti Walisongo

Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.

Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.


sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar