Sabtu, 20 Oktober 2012

menelisik Tafsir Jihad

Dimulai dengan tragedi hitam "Bom Bali I dan II" beberapa tahun silam, lalu diikuti dengan rentetan peristiwa ledakan dan gerakan terorisme lainnya, Islam di Indonesia saat itu mulai tersudutkan dengan berbagai tuduhan tentang radikalisme, konservatisme dan fundamentalisme. Teriakan-teriakan kalimat takbir yang tergema dari getaran dada seorang pejuang agama atas nama jihad, serta seruan penuh bangga dari seorang teroris yang mengaku dirinya telah menebus segala dosa dengan pembunuhan masal yang diakibatkan dari tindakannya, kian mencekam keadaan bagi seluruh umat Muslim. Keyakinan bahwa kematian yang syahid hanya bisa dibeli dengan membunuh pelaku kekafiran, semakin menegaskan bahwa agama ini tak akan berhenti dari peperangan sebelum bumi ini seluruhnya Islam. Dan peperangan itulah yang agaknya dianggap oleh sebagian kalangan sebagai satu-satunya realisasi dari kata "jihad".

Kata "jihad" memang selalu dicirikan dengan sebuah peperangan. Ini tidak aneh mengingat awal adanya jihad adalah sebuah perang yang sering bergejolak di awal datangnya Islam. Jihad tak ubahnya diyakini sebagai perjuangan dalam rangka pembersihan bumi dari segala bentuk kekufuran untuk menegakkan eksistensi agama. Atau secara umum, perjuangan tersebut bisa diartikan sebagai upaya-upaya untuk melakukan serangan terhadap gerakan tertentu yang mengancam eksistensi sebuah keyakinan. Rupanya, telah terjadi banyak pengaburan makna dari kata "jihad". Inilah yang perlu diluruskan secara detil meski orang awam pun takkan setuju jika jihad diartikan melulu sebagai peperangan.

- Tafsir Kalimat Jihad
Makna yang tersirat dibalik kalimat jihad memang banyak, namun semua itu bermuara pada kalimat arab, "badzl al juhd" (yang berarti; pengerahan kemampuan). Dari kalimat ini, tampaklah bahwa jihad tak melulunya sebuah peperangan atau gerakan yang diantara syarat dan rukunnya adalah sebuah kematian. Makna kalimat ini secara umum bisa diartikan sebuah sumbangan sedekah dari beberapa orang yang mempunyai kekuatan ekonomi. Bisa juga diartikan sebagai pengorbanan waktu untuk menggelar acara dakwah-dakwah atau majlis ilmiah bagi beberapa orang yang memiliki kemampuan pengetahuan yang mumpuni. Intinya, segala perbuatan yang didasari pengorbanan yang bermanfaat untuk agama, bisa disebut jihad. Namun yang paling identik dari kata jihad adalah kesan "sabilillah" (perjuangan di jalan Allah) dan "syahid". Dan yang akan kita bicarakan kali ini adalah jihad yang berarti peperangan. Kita akan membicarakan tentang kontekstualisasinya dan definisinya, juga relevansinya.

-Asal dan Tujuannya.
Meskipun kalimat jihad sering disebut dalam al Quran di surat-surat makkiyah (yang diturunkan di Kota Makkah), namun pertama kali disyariatkannya jihad justru setelah hijrahnya Rasulullah saw ke Madinah. Tentu hal ini tidak aneh, karena jihad-jihad yang dimaksudkan dalam surat-surat Makkiyah adalah jihad yang bukan dengan mengunus pedang di padang medan perang, namun lebih tepatnya sebagai perbuatan yang didasari tujuan pengagungan kalimat Allah (i'la kalimatillah). Dan hal tersebut dilakukan dalam rangka mendukung agenda-agenda agama dalam menyebarkan risalah untuk umat manusia kala itu. Hal ini menimbulkan kejanggalan mengapa jihad sebelum hijrah dan sesudah hijrah tidak sama dalam realisasinya?
Lalu, apa tujuan dari jihad itu? Benarkah jihad adalah sebuah tindakan yang bertujuan memaksakan akidah manusia agar seluruhnya tak terjerembab dalam kekufuran? Benarkah jihad dilakukan untuk memaksa semua orang untuk memeluk agama Islam baik orang itu menerimanya dengan akal dan hati ikhlas atau memberontak?

Seorang ulama pentolang dari tanah Syam, Dr. M. Sa'id Ramdhan al Bouthy (untuk selanjutnya disebut dengan "al Bouthy") dalam bukunya yang berjudul "Qadhaya Fiqhiyyah Mu'ashirah" menegaskan pentingnya mengetahui kondisi Islam sebelum dan pasca hijrah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kejanggalan-kejanggalan di atas. Al Bouthy menjelaskan bahwa di era sebelum hijrah, umat Islam pada waktu itu masih menjadi sebuah embrio-embrio kecil. Belum terlihat tanda-tanda kekuatan untuk menghentak dunia dan menyusun organisasi yang solid. Pengikutnya pun jauh lebih sedikit ketimbang Islam pasca hijrah.
Boleh dikata, marjinal.
Namun tak lama kemudian, ketika umat Islam hijrah ke Madinah dan menetap di sana, Islam pun mulai diikuti hingga pemeluknya semakin banyak. Sejak itu, mulailah mereka menyusun rencana-rencana untuk kepentingan eksistensi agama mereka. Pertama-tama mereka mendaulat negara dengan sebutan "dar al Islam". Negara-negara yang disebut dar al Islam akan menggunakan peraturan sesuai dengan 'nidzam' (peraturan) agama tersebut. Kedua, "Mujtama' Islami" (Persatuan Umat Islam) dengan tujuan agar umat Islam sedunia bisa terorganisir secara baik di bawah peraturan-peraturan agama. Dimulai dari sini akhirnya terbentuk daulat Islamiyah dengan tiga aspek yang dimilikinya (wilayah, umat dan konstitusi).
Setelah memiliki tiga unsur di atas, mulailah terpikulkan kewajiban atas agama tersebut untuk menjaga kelestariannya. Hingga akhirnya, mau tidak mau, umat Islam terpaksa harus berjihad untuk mempertahankan eksistensinya dari manuver-manuver serangan musuh yang senantiasa mengancam penuh kebencian.
Nah, dengan ini, maka jelaslah bahwa tujuan jihad adalah untuk menjaga stabilitas tiga aspek di atas yang jantungnya ada dalam tatanan kedaulatan tersebut. Sangat keliru bila dikatakan bahwa Islam menyariatkan jihad untuk menghegemoni umat sedunia agar tunduk kepada agama tersebut.




sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar