Sabtu, 20 Oktober 2012

di balik pesona tarim kota yang banyak barokah


Orang bilang; nyari ilmu gak perlu jauh-jauh ke Yaman. Tapi Ribath Tarim menawarkan sesuatu yang luar biasa dari sekedar belajar!

Yaman, sebuah negara Jazirah Arab yang terbilang cukup miskin dan sederhana, merupakan kawasan di mana salafisme Islam terawat dengan baik. Walaupun memiliki bandara internasional (Sana'a) yang tidak lebih baik dari terminal Pulogadung, terlebih bandara Seiyun (45 km barat daya kota Tarim) yang konon katanya lebih pantas disebut terminal angkot itu, tapi dalam mempertahankan Islam, Yaman tergolong paling 'mewah' di antara negeri-negeri yang lain. Terbukti menara masjid al Muhdhar terkenal sebagai menara masjid tertinggi di dunia. Maklum saja, karena negeri Ratu Balqis ini baru bisa menghirup hawa kemerdekaan pada tahun 1995 M dengan ditandai bersatunya Yaman Selatan dan Yaman Utara pasca berkecamuk perang saudara. Bulan Desember-Januari merupakan puncak musim dingin yang suhunya bisa mencapai 5 derajat C (syuff, Ana bilangin, jangan lupa bawa selimut yang tebal...). Bulan Juli-Agustus merupakan puncak musim panas dengan suhu mencapai 43 derajat C (kalo zyuhur lumayan panas ini juragan...).
Di antara wilayah di Yaman yang cukup fenomenal adalah Tarim. Secara historis, Tarim merupakan salah satu kota terkuno di Provinsi Hadramaut (diprediksi sudah ada sejak 4 abad sebelum masehi). Terbukti nama kota tersebut diambil dari nama seorang raja yang berkuasa pada masa itu, yakni Tarim bin Hadramaut bin Saba' al Ashghar.
Nama lain dari kota tersebut adalah kota Abu Bakar Shiddiq. Karena ketika punggawa beliau yang bernama Ziyad bin Labid al Anshari mengajak orang-orang untuk berbai'at kepada Khalifah Abu Bakar, warga Tarim-lah orang yang pertamakali berbai'at kepada Khalifah tersebut dan tidak seorang-pun yang membangkang. Sebagai rasa syukurnya, Sayyidina Abu Bakar Shiddiq mendoakan warga Tarim dengan tiga hal. Pertama, semoga Tarim menjadi kota yang makmur. Kedua semoga airnya berkah dan yang ketiga semoga diperbanyak orang-orang shalih. Ngala kulli hal, doa beliau menjadi kenyataan. Tarim kini menjadi kota yang makmur, tidak kekurangan air meski hujan turun 2-5 kali setahun dan -wala fakhro, kota ini menjadi gudangnya para ulama dan 'auliya. (Allahummajngalna minhum. Amin..).

Zanbal, Masjid dan Peninggalan Kuno Lainnya
Makam Zanbal adalah tempat yang paling sakral di Tarim, di sanalah beristirahat puluhan ribu ulama dan auliya bahkan terdapat beberapa makam sahabat Nabi Muhammad SAW. Adalah Sayyidina Ali Kholi' Qosam (w527 H.) orang pertama dari kalangan Abi Alawi (lebih populer dengan sebutan Ba Alawi) yang dimakamkan di Zanbal, beliau memiliki banyak karamah, satu di antaranya adalah ketika beliau mengucap salam kepada Nabi Muhammad SAW dalam bacaan tahiyyat salatnya, langsung dijawab oleh Nabi. Yang menakjubkan, suara Nabi tidak hanya didengar oleh beliau saja, melainkan juga seluruh jama'ah salatnya.
Kemudian Sayyidina Faqih Muqaddam (572-653 H.), beliau merupakan kunci dan sultan ulama dan auliya. Sayyidina Alwi, 'Ammul (paman) Faqih (w.613 H.), beliau adalah leluhur Walisongo di Indonesia. Sayyidina Abdurrahman Assegaf (739-819 H.), ayah dari Sayyid Umar al Muhdlar dan Sayyid Abu Bakar al Sakran (pengarang hizb Sakran). Dijuluki Assegaf karena beliau bagai payung bagi para ulama dan auliya pada zaman itu. Lalu Sayyidina Abdullah al Haddad (1044-1132 H.) pengarang kitab  Nashaih al Diniyyah, al Da'wah al Tammah, Risalah al Mu'wanah. Konon katanya, salah satu dari karamah beliau adalah ketika mengucapkan takbiratul ihram, seketika itu tembok yang berdiri tegap di depannya langsung retak. Sebagai pertanda bahwa tak satupun di antara makhluk Allah yang bisa menghalangi antara beliau dan Allah SWT. Kemudian masih banyak lagi para ulama dan auliya besar lainnya.
Hal yang menarik lainnya, Tarim merupakan kota dengan jumlah masjid terbanyak di dunia. Betapa tidak, hanya dengan luas 2,5 km persegi, jumlah masjidnya mencapai 360 buah. Pantas saja Syekh Abdurrahman Alatas meriwayatkan bahwa Syekh Abdurrahman al Masyhur (pengarang kitab Bughyatul Mustarsyidin) pernah berkata; "Jalan dan sudut kota Tarim merupakan guru bagi orang yang tak punya guru). 'Ajib yah??? Di antara masjid-masjid itu, masjid Ba Alawi yang sudah berumur 900 tahun, masjid ini dibangun oleh Khalifah al Kholi' Qosam (bukan Qosim Thoifur lho ya...) pada awal tahun 500 H. Di masjid ini setiap malam Senin dan malam Kamis terdapat seni musik Hadrah yang cukup masyhur (maklum, vokalisnya Maimoen Ba 'Agil alias saudara kembar Husein Ba 'Agil). Sedangkan masjid al Muhdlar terkenal dengan menaranya yang setinggi 51 meter dan tercatat sebagai masjid tertinggi di dunia yang terbuat "hanya" dari labin  (batu bata mentah) dan tanah liat. Serta ratusan masjid bersejarah lainnya, bahkan ada lima buah masjid yang konon katanya di antaranya tergolong tiban alias mendadak ada karena dibangun oleh malaikat atau jin. Istimewanya, konstruksi bangunan masjid-masjid tersebut semuanya hanya terbuat dari batu bata mentah dan tanah liat serta mayoritas mempunyai fasilitas jabiyah (kamar mandi yang di dalamnya terdapat kolam kecil untuk berendam menghilangkan tengkleng).
Peninggalan bersejarah lainnya adalah makam Nabi Sirjis, Qasr (istana) al Kaff dan benteng pra-Islam. Perpustakaan al Ahgaff yang menyimpan banyak sekali manuskrip dari berbagai disiplin ngilmu yang sudah berumur ratusan tahun. Sehingga tidak mengherankan bila banyak turis asing yang berkunjung ke Yaman untuk melihat dari dekat berbagai peninggalan bersejarah tersebut.

Kultur dan Sosial Masyarakat
Secara umum, Tarim merupakan representasi kota-kota di Indonesia pada tahun 80-an, mulai dari fasilitas umum, pertokoan sampai sumber daya manusianya. Bahkan aroma keindonesiaan terasa kental di sini. Banyak hal yang mereka adopsi dari kita, seperti bersarung, makan nasi, beberapa kosa kata yang mungarrab (Indonesia yang diarabkan) misalnya roti,  kacamata dan lainnya. Banyak juga ditemukan perlengkapan mandi, pakaian dan bahan makanan serta produk-produk lainnya yang made in Indonesia.
Yang membanggakan, warga Tarim masih memegang kuat budaya yang berlandaskan Islam. Sesibuk apapun dalam kehidupan sehari-hari, apabila adzan berkumandang dengan serentak mereka menghentikan aktifitasnya dan segera menuju masjid-masjid terdekat (Ngajjiluu… hayo-hayo ya awlad…). Ajibnya lagi, agar tidak terjadi mukhalathah (bercampurnya lelaki dan perempuan) masyarakat membuat pasar khusus wanita (tapi nggak ada yang khusus amrod, Qiythoooossy…!!!). Meski begitu, para wanita tersebut tetap menggunakan burga dan cadar serta meminimalisir frekuensi keluar rumah (santai Naj, masih bisa lihat mukanya Qirtos). Beberapa dekade yang lalu masih banyak dijumpai wanita yang selama hidupnya hanya keluar rumah 3 kali. Pertama ketika masa nak-kanak, kedua ketika pindah ke rumah suaminya dan ketiga ketika menuju kuburan (meninggal dunia).
Menjaga erat tali keluarga merupakan hal yang prioritas. Mereka berusaha agar terus berkumpul dengan nak-kanaknya meski telah berkeluarga. Sehingga sudah menjadi hal yang wajar apabila satu rumah di huni oleh 5 sampai 50 kepala keluarga. Toh ini tidak menjamin seorang lelaki pasti mengenal saudara iparnya yang perempuan.
Sifat ikhlas benar-benar tertanam kuat dalam diri warga Tarim. Mereka rela datang jauh dan berpanas-panasan demi menghadiri acara haul, hadrah, maulid, khataman al Quran dan acara-acara lainnya meski hanya disuguhi secangkir kecil (cangkir roha) kopi. Di benak mereka hanya terpikir ngalap berkah meski tidak dikasih idhofi Mie Kocok. Mereka juga sangat menjunjung tingi asas praduga tak bersalah atau husnudzon, baik kepada sesama maupun terhadap Sang Khaliq.

Ribath, Darul Musthofa dan Universitas al Ahgaff
Yaman termasuk salah satu Negara terfavorit bagi pelajar yang ingin menimba ilmu agama di luar negeri. Banyak sekali lembaga pendidikan yang cukup bonafit tersebar di situ. Tiga di antaranya terdapat di kota Tarim, yakni Ribath, Darul Musthopa dan Unipersitas al Ahgapp (ngala wazni pa’ula).
Ribath yang terletak di jantung kota Tarim sudah berumur satu abad lebih. Didirikan oleh Habib Abdul Qodir al Haddad, Habib Ahmad al Junaid, Habib Muhammad Assirry dan Habib Muhammad Arfan pada tahun 1304 H dan diresmikan oleh Habib Abdurrahman al Masyhur (pengarang kitab Bughyatul Mustarsyidin) pada 1305 H. Semenjak itu kepemimpinan Ribath dipercayakan kepada beliau lalu diteruskan oleh Habib Abdullah bin Umar Assyathiri (1290-1362 H). Beliau adalah ayahanda Habib Salim Assyathiri yang sekarang memimpin  Ribath.
Agenda terpenting Ribath adalah madras ‘am/ pengajian umum setiap Rabu dan Sabtu pagi yang sudah terlaksana sejak Rubath berdiri hingga sekarang dengan materi kajian tapsir, hadits, pikih, tasawup, tarikh (sejarah), managib dan lainnya. Acara yang berdurasi dua jam itu banyak dihadiri oleh para ulama dan auliya serta masyarakat umum yang dipimpin langsung oleh Habib Salim Assyathiri. Di tengah-tengah sibuknya berdakwah, Habib Umar bin Hafidz selalu menyempatkan diri untuk hadir dalam acara ini.
Dalam sejarahnya, Ribath sempat mengalami kevakuman selama 11 tahun (1401-1412 H.) setelah disegel oleh partai komunis yang berkuasa di Yaman Selatan pada masa itu. Saat itu terjadi tragedi nasional, karena banyak sekali ulama yang disiksa dan dibunuh. Di antara korbannya adalah Habib Muhammad bin Hafidz (ayahanda Habib Umar bin Hafidz) yang diculik dan dibunuh. Bahkan hingga sekarang jasadnya belum ditemukan. Habib Salim juga tidak luput dari penyiksaan dan percobaan pembunuhan ketika dipenjara selama 9 bulan. Dan Alhamdulillah Allah masih menyelamatkan nyawa beliau..
Ribath yang sekarang jumlah santrinya mencapai 300 orang telah mencetak alumni sebanyak 13.000 orang yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Di antaranya pendiri Ribath Inat, Ribath Sihr, Ribath Baidha, Habib Ja’far al ‘Idrus, Habib Umar bin Hafidz (pendiri Darul Musthofa) dan Habib Abdul Qodir Bilfaqih  (pendiri Darul Hadits Malang) serta masih banyak lagi alumni yang cukup masyhur. Beberapa mudarris/ pengajar di Ribath yang mempunyai kapasitas cukup diangkat menjadi dosen tetap di Universitas al Ahgaff.
Demikianlah sekilas gambaran kota Tarim dengan segala pesona yang ditawarkannya, semoga dapat bermanfangat untuk kita semua. Ya Tarim wa Ahlaha…[*]

*) Sumber; Ust. H. Hasan Abdul Aziz (Sukabumi), Hb. Ja’far bin Agil (Jember),  H. Adibussoleh Anwar (Lirboyo), H. Muhammadun Abdul Ghofur (Brebes).

populerkan http://www.facebook.com/notes/kapten-giallorossi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar