Sabtu, 20 Oktober 2012

GEMURUH HIZBUT TAHRIR

Hizbut Tahrir pertama kali didirikan pada tahun 1953 M di Yerussalem. Pendirinya adalah seorang intelektual berkebangsaan Palestina bernama Taqiyudin al Nabhani.
Pertama kali organisasi itu 'menjangkiti' Indonesia adalah ketika Taqiyudin al Nabhani datang ke Indonesia pada tahun 1972 M.
Suara yang digemuruhkan HTI adalah penentangan terhadap kedaulatan Pancasila. Menurut mereka, Pancasila tidak bisa dianut karena kedaulatannya dipegang oleh umat. Sementara kedaulatan menurut mereka hanyalah milik Allah s.w.t semata.
Sebagai gantinya, mereka menawarkan Khilafah Islamiyah sebagai kedaulatan yang mereka klaim satu-satunya yang boleh dianut.
Mereka mengerem semangat demokrasi dan nasionalisme yang mereka anggap tidak sesuai dengan siyasah Islamiyah. Padahal al Quran sendiri tidak pernah menjelaskan kode-etik siyasah (politik) yang Islami.
Ali Abd al Razieq berpendapat, bahwa menurutnya Islam tidak berhak mencampuri urusan politik. Karena al Quran juga tidak pernah mengatur-atur perpolitikan sebuah negara.
Bahkan, dalam sejarah arbitrase (tahkim), Islam justru 'dipermalukan' oleh peristiwa tersebut yang menandai awal terpecahnya umat Islam sedunia. Abu Musa al Asy'ari dan Amru ibn Ash saling serang secara frontal, membuktikan rapuhnya politik dalam Islam. Hingga akhirnya muncullah Sunni sebagai penengah antara Khawarij dan Syi'ah.
Perpecahan ini ditengarai oleh sejarawan Islam klasik, Philip Khouri Hitty, sebagai yang pertama dalam sejarah peradaban Islam. Membuktikan bahwa Khilafah Islamiyah sama sekali tidak teruji.
HTI mengklaim bahwa negara yang tidak menganut Khilafah Islamiyah, termasuk Indonesia dengan demokrasinya, adalah dar al kufr (negeri orang kafir). Pancasila bagi mereka adalah kedaulatan dar al kufr.
Maka, menurut klaim HTI, kita (bangsa Indonesia) saat ini sedang shalat di negerinya orang kafir. Allah... (kejamnya mereka menuduh tanah airku ini kafir).
Pantas saja, Islam tidak diterima di Eropa. Karena dakwahnya dengan 'golok'. Berbeda dengan diplomatisme ala Sunan Kalijaga yang begitu lembut, hingga akhirnya Islam pun diterima di Jawa.
Saya kira, cara mereka yang begitu frontal dan konservatif itu, hanya akan membunuh kreatifitas Islam itu sendiri dalam menghias agama rahmatan lil 'alamin ini.
Produktifitas intelektual Muslim dalam menelurkan kajian-kajian Islam akan mati karena tingkah mereka yang tidak menerima diplomasi dan demokrasi itu. Islam pun perlahan akan semakin jumud dan eksistensinya akan meredup secara gradual.
Ala hadzal hal, bagaimana tanggapan Anda mengenai ambisi buta HTI ini? Haruskah didukung atau justru dibubarkan saja? Wallahu a'lam.[]

*)sumber  http://www.facebook.com/notes/kapten-gialloross

Mantan Redaktur Majalah MISYKAT Lirboyo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar