Senin, 12 November 2012

Tips and Tricks Belajar & Bermain Harus Seimbang


WALAU masih sangat belia, Fika (5), sudah mengikuti berbagai macam kursus. Ada guru privat yang mengajari bocah TK itu menulis dan membaca di rumah. Di luar rumah, ia ikut kursus sempoa, piano, bahasa asing, balet, renang, tari dan melukis. Sibuknya sudah menyaingi ‘business woman”.

Imbasnya, waktu bermain Fika yang seharusnya mendapat porsi cukup menjadi ‘terampas’ dengan berbagai kursus yang ia ikuti. Bijakkah bila kemudian hari-hari anak diisi dengan belajar, belajar dan belajar?

Perkembangan anak vs tuntutan

“Jika dilihat dari sisi perkembangan kognitif anak, pada usia balita belum saatnya untuk belajar membaca, menulis maupun berhitung. Namun saat ini jika ingin masuk ke sekolah dasar, anak dituntut sudah mampu untuk membaca dan menulis. Tak ayal banyak preschool yang sudah mengajarkan anak menulis dan membaca sejak TK atau orangtua sengaja memanggilkan guru ke rumah untuk mengajarkan anaknya,” buka salah satu staf pengajar di Universitas Islam Negeri Jakarta, Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si.

Kursus boleh, asal sesuai porsi

Selain itu, tak sedikit pula orangtua yang mengikutkan anaknya dalam berbagai kursus sejak usia belia. “Dunia semakin kompetitif, anak harus disiapkan sejak dini,” begitu alas mereka.

Anak ikut kursus boleh-boleh saja, asalkan dilakukan sesuai dengan tahap perkembangan dan minat anak. Namun jika dilakukan secara berlebihan dan tidak sesuai perkembangan, dapat berdampak buruk, diantaranya:

1. Anak akan mengalami burn out atau kejenuhan

Bisa terjadi pada saat itu juga atau masa yang akan datang. Anak bisa mengalami tantrum _ marah yang berlebihan – merasa masa bodo dengan pelajaran bahkan fobia. Hal tersebut disebabkan anak menjalani kursus dengan tidak gembira sehingga ia mengalami stres.

2. Terjadi ketidakseimbangan perkembangan anak

Manusia, termasuk anak merupakan makhluk yang holistik, terdiri tidak hanya kognitif, tetapi juga moral, emosi, sosial, budaya dan spiritual. “Jika hanya sisi perkembangan kognitif anak saja yang di push, maka anak bisa menjadi tidak peka terhadap lingkungannya, kurang empati, sulit bekerja sama dan sebagainya, karena hanya satu sisi perkembangan saja yang diperhatikan, lainnya tidak,” jelas Zahrotun.

Bermain bikin anak bahagia

Bermain mempunyai peran penting untuk anak-anak bahkan orang dewasa sekalipun. Bermain juga merupakan kesejahteraan psikologis, karena di dalamnya terdapat aspek rekreatif refreshing serta dapat menyalurkan energi dan kreativitas anak.

Saat anak bermain, akan timbul perasaan rileks, bahagia, semangat, gairah dan rasa keterikatan emosional serta persaudaraan pada teman bermain.

Bermain memunculkan pula perasaan kebersamaan dan berbagi bersama orang lain. Lewat bermain, anak pun belajar. Ia belajar tata atur dalam pergaulan, belajar bersikap jujur dan belajar memahami teman bermainnya dengan lebih baik. Bermain pun sarat dengan nilai-nilai yang baik bagi perkembangan pribadi anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar